Senin, 10 September 2012

Benarkah Penyu Belimbing Menangis ?

Pernahkah anda melihat penyu belimbing secara langsung saat bertelur di pantai?  jika pernah maka anda akan menyaksikan ada cairan yang keluar dari matanya.  Namun apakah cairan tersebut adalah air mata penyu belimbing karena sedih ?

Kebanyakan masyarakat awam  jika melihat air mata yang keluar dari mata penyu belimbing akan menyangka bahwa penyu ini sedang menangis, tetapi sesungguhnya itu adalah cairan garam

Penyu belimbing hidup dan minum di dalam air laut yang asin, oleh karenanya mereka memiliki kemampuan  adaptasi untuk mengurangi kelebihan garam di dalam tubuhnya.  Penyu belimbing memiliki kelenjar garam yang berada di kepala letaknya di dekat mata yang gunanya untuk mengurangi kelebihan garam dalam tubuh. Pada saat saluran air mata terbuka secara  langsung akan keluar cairan yang kental, jernih dan mengandung garam dan disaat yang sama terjadi pengurangan kadar garam dalam tubuh.  Ekspresi  yang kelihatan adalah sepertinya induk penyu belimbing sedang menangis.(HF).

Kamis, 30 Agustus 2012

Hasil Sampel Genetik Penyu Belimbing di Pasifik


Komunitas penyu belimbing di dunia tersebar di pasifik terutama dibeberapa negara seperti Meksiko, Costa rica, Indonesia (Kepala Burung Pulau Papua), Malaysia, Salomon, dan Vanuatu. Secara global hampir seluruhnya mengalami penurunan yang sangat besar.  Malaysia dan Mexico memiliki populasi yang sebentar lagi akan habis dan tidak tergantikan. 
Berdasarkan sampel genetik (genotypes dan haplotypes)  yang di dapat  dari berbagai pantai peneluran di  pasifik diketahui bahwa komunitas penyu belimbing disetiap pantai peneluran berbeda-beda menurut tempat penelurannya . sehingga diketahui bahwa penyu dari Malaysia dan penyu dari Papua Indonesia berbeda dan berbeda pula dengan yang ada di Mexico.  Hal ini mengkhawatirkan karena jika komunitas penyu belimbing di satu pantai peneluran habis, maka tidak akan tergantikan dari penyu dari daerah lain karena berbeda komunitas.  Sehingga dibutuhkan pengelolaan secara bersama, mengingat seekor penyu memiliki alur migrasi antar benua dan negara (HF).
                                                                               
Sumber :
Dutton, P. 2004,   WESTERN PACIFIC LEATHERBACK Working Group : “Why we are gathered here today”. SEA TURTLE, Cooperative reserch and management Workshop, Second edition, Volume 1.  Honolulu Hawai. Hal 13-16.

Jenis-Jenis Makro Alga di Perairan Intertidal Pantai Jamursaba medi Distrik Abun


 Alga pada dasarnya tidak memiliki akar, batang dan daun sejati.  sehingga keseluruhan tubuh alga itu terdiri dari semacam batang yang disebut thallus.  Makroalga merupakan tumbuhan thalus yang hidup di air, setidaktidaknya selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Selnya selalu jelas mempunyai inti dan plastida, dan dalam plastidanya terdapat zat-zat warna derivat klorofil, yaitu klorofil a dan b atau kedua-duanya.  Makroalga banyak dijumpai tumbuh di daerah perairan yang agak dangkal dengan kondisi dasar perairan berpasir, sedikit lumpur atau campuran keduanya.  
Pantai Jamursba medi terdiri dari tiga pantai utama yaitu Wembrak, Baturumah dan Warmamedi,  merupakan  salah satu pantai peneluran penyu belimbing terbesar di pasifik.   Lokasinya yang berada di Kepala Burung Pulau Papua yang berhadapan langsung dengan Samudera pasifik, membuat pantai ini selalu berhadapan dengan hempasan ombak yang besar.  kondisi ini berdampak tidak adanya karang yang hidup, hanya karang yang mati dan bebatuan di beberapa titik tertentu.     kebanyakan makro alga terkonsentrasi di beberapa titik di Pantai Baturumah karena terdapat batuan keras yang hampir mencapai 2 km. 
Berdasarkan hasil penelitian Sahetapy (2008)  diketahui terddapat 34  jenis makro alga yang hidup di pantai Jamursba medi antara lain : Boergessenia forbessi, Caulerpa cupressoides, Caulerpa racemosa, Caulerpa boryana, Chaetomorpha crassa, Chlorodesmis comosa, Codium edule, Codium geppi, Cymopolia vanbosseae, Dictyosphaeria cavernosa,  Halimeda discoidea,Halimeda incrassata, Halimeda opuntia, Neomeris annulata, Ulva conglobata,  Padina minor, Padina tetrastromatica, Turbinaria ornata, Sargassum binderi, Sargassum cinctum, Sargassum crassifolium, Sargassum gracillimum, Sargassum kushimotense, Sargassum panniculatum,  Actinotrichia panniculatum, Actinotrihia fragilis,  Galaxaura apiculata, Galaxaura oblongata, Halymenia harveyana, Liagoropsis schrammi,  Mastophora rosea, Tricheleocarpa fragillis.  Beberapa jenis yang dominan dapat diilihat di gambar.  
Makro alga berfungsi sebagai sumber makanan  dan pelindung bagi organisme laut, penghasil zat kapur  yang berguna bagi pertumbuhan karang.   Keberadaannya di Pantai Jamursba medi  penting sebagai penyeimbang ekologi di alam (HF). 






Pustaka : 
Sahetapy, O.Hendrik.  2008.  Studi Morfologi Makro Alga di perairan Intertidal Pantai Jamursba medi Distrik Waibem Kabupaten Sorong, SKRIPSI  Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan UNIPA. Hal 54-70.
Nontji, A.2002.  Laut Nusantara, Djambatan, Jakarta,









Rabu, 29 Agustus 2012

Dampak Pembangunan Jalan Pantai Utara Papua Barat Yang Melalui Pantai Peneluran Penyu Belimbing Suaka Margasatwa Jamursba Medi Dan Pantai Warmon



Upaya pemerintah provinsi Papua Barat untuk menerobos keterisolasian suatu daerah   salah satunya dengan membangun infrastruktur jalan sepanjang pantai utara Kepala Burung Pulau Papua,  upaya ini tentu disambut baik oleh masyarakat pesisir Abun Kabupaten Tambrauw dengan gembira.  Namun demikian pembangunan jalan ini melewati kawasan essensial yang merupakan pantai peneluran penyu belimbing yang mengalami penurunan populasi saat ini.  Diketahui bahwa Kepala Burung Pulau Papua (Papua Bird’s Head) merupakan habitat peneluran penyu belimbing (Dermochelys coriacea) terbesar di pasifik.       
Pembangunan jalan saat ini telah memasuki Suaka Marga Satwa Jamursba medi (Pantai Wembrak), yang menurut Undang-undang no 5 tahun 1990 tentang Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya,  bahwa di dalam kawasan tersebut  setiap orang dilarang untuk : mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mat (Pasal 21 a) .  Pembangunan jalan melewati kawasan Suaka Marga Satwa Jamursba medi berarti telah merusak habitat penyangga pantai yaitu hutan pantai yang berada di dalam kawasan. 
Dibawah ini dijelaskan dampak pembangunan jalan yang melewati kawasan pantai peneluran penyu belimbing.
1.    Jalan yang dibangun akan merusak daerah hutan yang dilaluinya.   Jika hutan pantai rusak, maka pada saat hujan akan terjadi longsor karena tidak adanya penyangga tanah oleh akar,  tanah yang dibawah oleh air sungai akan membentuk endapan disepanjang pantai peneluran  yang nantinya akan menutup pasir.  Hal ini akan mengganggu aktivitas bertelur induk penyu maupun sukses penetasan.
2.    Jika akses jalan ke kawasan suaka marga satwa Jamursba medi telah mudah dilewati,  maka banyak orang dengan mudah  akan datang seperti berburu (burung, rusa, lao-lao dll), menebang kayu untuk rumah, hingga mengambil telur penyu dan jika tidak ada pengawasan  bisa saja memburu daging penyu.
3.     Jika akses jalan ke kawasan Jamursba medi ada, 5- 10 tahun kedepan telah ada pemukiman di dalam kawasan tersebut, jika sudah ada pemukiman maka tentu aktivitas manusia di kawasan tersebut meningkat, jika pemukiman penduduk telah ada, tentu mereka membutuhkan makan dan perumahan yang berasal dari kawasan tersebut,  telur penyu  akan menjadi makanan mereka jika sumber makanan hewani lainnya tidak ada.
4.      Aktivitas penduduk  baik dimalam hari akan mengganggu aktivitas bertelur penyu, karena salah satu ciri pantai peneluran penyu belimbing adalah terisolasi dan tanpa gangguan manusia.   Cahaya  lampu pada waktu malam dari rumah-rumah penduduk yang  berada dikawasan tersebut tentu akan membuat penyu belimbing terganggu dalam  aktivitasnya bertelur, sehingga jumlah penyu yang bertelur di pantai Jamursba medi akan berkurang , hal ini tentu terlihat dari pantai peneluran lain seperti di Saukorem dan Sidey yang saat ini tidak ada aktivitas penyu bertelur.
5.      Sampah dan limbah rumah tangga yang ditimbulkan oleh masyarakat yang berada dalam kawasan tersebut akan mudah mengotori pantai  dan menimbulkan banyak bakteri yang mengganggu sukses penetasan telur penyu.
6.    Hewan peliharaan yang dimiliki masyarakat akan menjadi predator utama di pantai,  hal ini karena hampir setiap rumah tangga di pesisir abun memelihara anjing di rumah.  Kebanyakan dari anjing yang dipelihara tidak mendapatkan makan yang teratur,  telur penyu di pasir akan menjadi makanan utama hewan ini.
 Dampak terhadap pembangunan jalan yang melewati Suaka Marga Satwa Jamursba medi tidak akan dirasakan saat ini, namun dampaknya akan dirasakan 5 -10 tahun akan datang atau mungkin oleh anak cucu kita.  Solusi  yang sangat logis untuk menghindari dampak ini adalah mengalihkan jalan  dengan tidak melewati pantai peneluran  atau menjaga jarak jalan dengan pantai peneluran berada 5 -10 km dari garis pantai.
Upaya permintaan pengalihan jalan untuk tidak melewati kawasan pantai peneluran penyu Suaka marga satwa Jamursba medi telah dilakukan oleh WWF  Kantor Sorong dan BBKSDA dengan melakukan pendekatan ke pemerintah  kabupaten dan provinsi  serta membuat peta usulan pembuatan lokasi jalan,  namun demikian fakta dilapangan menunjukkan bahwa pembangunan jalan masih terus di lakukan memasuki  pantai peneluran.  
Saat ini pilihan  berada di pemerintah daerah Kabupaten Tambrauw dan Provinsi Papua Barat apakah  adakah niat baik untuk mengalihkan jalan melewati  jalur lain, tidak melewati pantai peneluran demi kelestarian penyu belimbing,  atau tetap membuat jalan melewati pantai peneluran dan mengorbankan kelestarian penyu belimbing yang adalah asset masyarakat Papua.
 Apalagi saat ini kabupaten Tambrauw memiliki logo penyu belimbing, anak cucu kita akan marah dan membenci kita jika mereka mengetahui generasi kitalah yang menyebabkan penyu ini tidak bertelur di pantai Jamursba medi (HF).

Selasa, 28 Agustus 2012

PENGAMBILAN TELUR PENYU BELIMBING (Dermochelys coriacea) DI PANTAI WARMON MULAI MARAK




Pengambilan telur penyu belimbing di Pantai Warmon  pada tiga bulan terakhir ini semakin marak.  Hal ini berdasarkan laporan seorang   patroller local  WWF  (Feri Werimon) yang melakukan monitoring di pantai tersebut.  Konflik horizontal tentang kepemilikan hak ulayat di pantai ini menjadi  salah satu alasan mengapa pengambilan oleh oknum masyarakat kampung Wau, selain   kurangnya sosialisasi dan penyadaran tentang pentingnya pelestarian penyu belimbing yang menjadi maskot kabupaten Tambrauw 3 tahun terakhir.  Sebelumnya masyarakat kampung Wau   dan pemilik hak ulayat telah membuat kesepakatan dengan WWF untuk tidak  mengambil telur penyu di pantai.   Informasi yang di dapat bahwa telah dipasang tanda larangan pengambilan telur oleh patroller tersebut.  Namun tanda larangan tersebut di rusak oleh oknum masyarakat  yang belum diketahui.    Hal ini sangat mengkhawatirkan jika tidak ada reaksi dari pemerintah daerah untuk menyadarkan atau menghentikan pengambilan telur penyu belimbing  di Pantai Warmon.   Laporan WWF Indonesia  dan peneliti UNIPA tentang keberadaan penyu belimbing di Jamursba medi dan Warmon dekade terakhir ini mengalami penurunan drastis.    

Produksi tukik di pantai Jamursba medi dan Warmon  merupakan satu-satunya cara meningkatkan populasi penyu belimbing di masa depan. Jika telur penyu belimbing terus diambil maka tidak ada lagi produksi tukik penyu belimbing.  Oleh karena itu peran Forum kolaborasi kawasan essensial  yang sudah terbentuk perlu digerakkan untuk mengatasi masalah perburuan telur di pesisir Abun Tambrauw- Papua Barat (HF).

Faktor-faktor yang mempengaruhi Habitat Persarangan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)


Habitat peneluran penyu belimbing  di Kepala Burung Pulau Papua  di Jamursba medi dan Warmon  Kabupaten Tambrauw merupakan kawasan essensial yang harus dilindungi dan dijaga.  Keberadaannya sebagai  pemasok tukik di pasifik  menentukan kelestarian penyu belimbing (Dermochelys coriacea) di masa yang akan datang.   Namun demikian apa saja yang mempengaruhi  habitat persarangan  penyu  belimbing ini perlu diketahui guna pengelolaannya.   Dibawah ini beberapa faktor-faktor  yang mempengaruhi habitat persarangan penyu belimbing. 

1,  Kedalaman sarang  dan suhu
 Rata-rata kedalaman sarang  yang ditemukan di pantai Warmon yaitu pada kisaran 72, 33 – 88,83 cm,  di Jamursba medi  sekitar 79 – 91 cm.  Pada umumnya  dalam kegiatan relokasi kedalaman sarang yang dianjurkan adalah 80 cm.  Suhu rata-rata  di Warmon pada kisaran  260 – 310 C.  Kedalaman sarang menentukan tingkat penyerapan oksigen maupun kelembapannya, makin dalam sarang, makin sulit juga mendapatkan oksigen sehingga mempengaruhi penetasan.   Batas toleransi penetasan telur penyu berada pada kisaran : 25 0 – 35 0 C .  jika berada diluar itu maka kemungkinan telur akan gagal untuk menetas.
2.  Kelembapan
Besarnya kelembapan disuatu daerah merupakan faktor yang memicu terjadinya hujan,   dan tentunya hal ini sangat mempengaruhi penetasan telur.  Kelembapan antar sarang  satu dengan yang lain sangat berbeda, tergantung posisi sarang tersebut diletakkan .   Kelembapan sarang di ukur saat penyu melakukan proses peneluranya.   Kelembapan dalam sarang berkaitan dengan  sukses penetasan telur penyu.  Hal ini karena telur membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi melalui cangkangnya, ketika hujan turun, air akan meresap ke dalam substrat dan akan menghambat penyerapan oksigen oleh telur tersebut.   Tingginya kelembapan dalam sarang juga mendorong terhadap pertumbuhan akar yang terdapat di sekitar pepohonan.
3. Pasang Surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya permukaan air laut secara periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa.  Faktor ini sangat memepengaruhi induk penyu yang  akan naik bertelur, air pasang sangat mempermudah  induk penyu belimbing untuk naik ke pasir bertelur.    Pasang  tertinggi yang terjadi saat bulan purnama atau bulan baru, biasanya merusak telur yang berada di batas  bawah air pasang.    pasang surut juga dapat memicu terjadinya abrasi air laut yang tentunya merusak telur yang berada di dalam pasir. 
4.  Tekstur pasir
Penyu belimbing menyukai pasir yang bertekstur halus, berwarna abu-abu hingga putih dengan kandungan air yang seimbang (tidak terlalu tinggi).   Tekstur pasir yang halus  dan padat biasanya membantu proses penetasan  karena mampu menyimpan air yang berguna pada masa inkubasi.  Berdasarkan penelitian di pantai Warmon  diketahui bahwa semakin dalam  sarang substrat pasir telihat semakin halus (Wartanoi,  2008) kondisi ini dapat menghambat keluarnya panas dari dalam sarang. 

5. Kelembaban Sarang dan Curah Hujan
Kelembapan sarang dibutuhkan saat telur dalam masa inkubasi guna sukses penetasan.  Kelembapan yang dibutuhkan dalam masa inkubasi harus stabil dan tidak tinggi.    Rata-rata suhu pasir berdasarkan hasil penelitian di pantai Warmon berkisar 270 – 32 0 C (Tapilatu and Tiwari, 2007)   sangat dipengaruhi oleh kelembapan.  Curah hujan yang tinggi menyebabkan kandungan air dalam sarang  ikut tinggi sehingga meningkatkan kelembapan, kelembapan yang tinggi berakibat gagalnya telur untuk menetas (membusuk).   Curah hujan yang tinggi juga mengurangi jumlah penyu yang naik untuk bertelur, turunnya hujan membuat pasir menjadi basah dan membuat sulit induk penyu membuat sarang. 

6.  Predator
Keberhasilan  telur untuk menetas dan tukik penyu belimbing sangat terancam apabila di habitat peneluran banyak terdapat  predator.    Berdasarkan laporan WWF   (Tim Monitoring, 2011 Unpublish)  diketahui bahwa tingkat predasi masih cukup tinggi, terutama disebabkan oleh Babi hutan, anjing masyarakat, biawak, kepiting pasir dan juga elang.   Besar nya predator sangat mempengaruhi  populasi penyu belimbing dalam suatu komunitas.   Selain itu perburuan daging dan telur penyu oleh manusia menjadi salah satu penyebab berkurangnya penyu (HF).

Pustaka :
Tapilatu, RF, and M. Tiwari, 2007, Leatherback Turtle, Dermochelys coriacea, Hatching  Success at Jamursba-Medi and Wermon Beaches in Papua, Indonesia. Chelonian Conservation and Biology, 2007, 6(1): 000–000Tim Monitoring WWF , 2011,  Technical Report Musim peneluran Jamursba medi 2011, WWF Indonesia Kantor Sorong, Sorong, Tidak diterbitkan. Wartanoi, K.I.R. 2008, KARAKTERISTIK HABITAT PERSARANGAN PENYU BELIMBING (Dermochelys coriacea) di Pantai Warmon DISTRIK ABUN KABUPATEN SORONG PAPUA BARAT, SKRIPSI UNCEN, Jayapura.

Rabu, 18 Juli 2012

Semakin Berkurangnya Populasi Penyu Belimbing di Pantai Peneluran Jamursba medi dan Warmon

Populasi penyu belimbing saat ini semakin merosot.  Setelah punahnya komunitas penyu belimbing di Pantai Trengganu Malaysia,  kini pantai peneluran di Kepala Burung Pulau Papua  terancam akan segera habis, hal ini berdasarkan hasil penelitian dari UNIPA  (R. Tapilatu) dalam presentasinya di depan Forum Kolaborasi di Sausapor mengatakan Pantai Jamursba medi setiap tahunnya mengalami penurunan sekitar  5,8 % sedangkan pantai Warmon 10% per tahun. Diprediksi saat ini individu penyu belimbing  betina yang bertelur di pantai Jamursba medi dan Warmon  hanya 514 ekor.   Jumlah  ini  memang sangat berbeda jauh bila dibandingkan tahun 1984 dimana diperkirakan penyu betina yang bertelur mencapai 14.429  ekor, dan memang pada tahun itu berdasarkan laporan WWF bahwa terjadi explotasi besar-besaran telur penyu oleh masyarakat.  Ditambah aktivitas perikanan tangkap  di laut dan perburuan oleh masyarakat menambah berkurangnya individu betina.  Oleh karena itu pentingnya kesadaran dari kita semua untuk bersama-sama menjaga aset dunia yang menjadi kebanggaan masyarakat Papua, dengan tidak membeli dan mengkonsumsi telur dan daginng penyu.  HF

Angin Segar dari Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Essensial Pantai Peneluran Jamursba Medi dan Sekitarnya

Akhirnya Pemerintah daerah Kabupaten Tambrauw melalui Bupati mengeluarkan SK pembentukkan Forum Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Essensial Pantai Peneluran Jamursba medi dan sekitarnya. Ketua dari Forum ini yaitu  Sekretaris Daerah dan sekretaris forum adalah Kepala Dinas Kehutanan,  anggota dari Forum ini adalah jajaran SKPD (setiap Kepala Dinas), WWF dan LSM lainnya, BBKSDA Provinsi Papua Barat, UNIPA, Ka. Distrik Abun, Polsek, PSPL Sorong, APSOR,  dan tokoh masyarakat. Tanggal 12 Juli 2012 telah dilakukan lokakarya rencana aksi kegiatan untuk pengelolaan kawasan terutama bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Terbentuknya forum ini menunjukkan keseriusan Bupati Gabriel Assem dalam menjalankan Visi dan misinya  berkaitan dengan Tambrauw menjadi Kabupaten Konservasi. 

Selasa, 17 Juli 2012

Pilihan Pemilik Hak Ulayat di Kampung Saubeba

Akhirnya pemilik hak ulayat  kawasan Jamursba medi yaitu dari Marga Yessa, meminta Yayasan WWF Indonesia untuk tidak melakukan kegiatan monitoring di pantai Jamursba medi.  Hal ini diucapkan dalam kegiatan kunjungan WWF kantor Sorong dengan pemerintah Kabupaten Tambrauw yang tergabung dalam forum kolaborasi, kegiatan ini bertujuan untuk memeriksa jalan trans papua barat yang berada di pantai utara yang melewati Pantai peneluran Jamursba medi sekaligus penyelesaian kasus kriminal yang dilakukan oleh pihak oknum keluarga Yessa.  dalam kegiatan itu yang di mediasi oleh KaPolsek Sausapor.  WWF Kantor Sorong menyatakan mencabut tutuntan mereka atas pristiwa tidak mengenakkan yang dilakukan oleh oknum pemuda dari marga Yessa pada 11 November 2011 silam.   Setelah ditanyakan kepada oknum pemuda yang melakukan tindakan kriminal tersebut  alasannya, karena WWF tidak  memenuhi tuntutannya yaitu membuatkan rumah baginya di Manokwari dan Saubeba, serta memberikan imbalan uang setiap bulan kepada keluarganya.  
Dengan pemalangan oleh Pemilik hak ulayat  kepada pihak WWF maka melalui Project Leader menyatakan menghentikan aktivitas monitoring di pantai Jamursba medi, hal ini berarti :
* 15 patroller lokal dari masyarakat setempat yang sudah bekerja selama bertahun-tahun bersama WWF sudah tidak mendapatkan gaji mereka lagi, padahal selama ini beberapa dari patroller di Kampung Saubeba mengharapkan gaji dari kegiatan WWF untuk menyekolahkan anak mereka.
 * Dihentikannya  Beasiswa kepada anak sekolah yang berasal dari  kampung sekitar kawasan Jamursba medi.
*  Dihentikannya kegiatan mobile klinik yang dilakukan untuk menunjang kesehatan masyarakat sekitar kawasan
* Dihentikannya bantuan-bantuan ceremonial seperti sumbangan natal dan anak SD yang mau ikut Ujian Nasional.

Memang selama ini bantuan WWF sebagian besar lebih bersifat non fisik atau yang habis terpakai, sehingga masyarakat merasa tidak ada yang diberikan oleh WWF. 
Sehingga saat ini kegiatan monitoring di pantai Jamursba dilakukan oleh UNIPA sendiri yang telah membayar kompensasi kepada pemilik hak ulayat.   WWF melalui project leader akan lebih fokus untuk memberikan suport kepada Pemerintah daerah dan UNIPA dalam melakukan kegiatan konservasi di Jamursbamedi yang adalah tempat peneluran penyu belimbing.  sedangkan untuk Pantai Warmon kegiatan monitoring masih berlangsung normal, namun juga masih menunggu penyelesaian sengketa kepemilikan hak ulayat yang masih belum jelas.

Sangat disayangkan memang, ketika  diakhir tahun 2012 ini WWF berencana untuk memaksimalkan peran masyarakat kampung dengan penguatan dan pendampingan kelembagaan masyarakat lokal, dan memberikan bantuan kepada mereka untuk mengelola kawasan mereka secara mandiri.  Namun ketergesaan dari pemilik hak ulayat yang tidak memikirkan masa yang akan datang telah mengalahkan kepentingan yang lebih mulia bagi masyarakat banyak.

Saat ini kita tinggal menunggu peran Forum Kolaborasi yang dimotori oleh pemerintah Kabupaten Tambrauw dalam menjaga dan melindungi kawasan pantai peneluran Jamursba medi. HF

Kamis, 07 Juni 2012

POS MONITORING WWF di BATURUMAH BUKAN SEKEDAR POS MONITORING


Tepat bulan Mei tahun 2011 Pos monitoring WWF di Baturumah berdiri,  selangkah kemajuan yang berarti setelah lebih dari 12 tahun  di Pantai Jamursba medi.  Dengan adanya pos monitoring ini menambah betah crew  yang ada dalam menjalankan tugas mereka melindungi  sarang penyu dari berbagai ancaman.  Letaknya yang berada sekitar 15 Km dari kampung Saubeba dan kurang lebih  20 Km dari kampung Warmandi  menjadi  tempat persinggahan dari terik matahari dan hujan bagi masyarakat sekitar yang melakukan perjalanan darat melewati pantai.  Ruangannya yang besar dan luas  yang menampilkan kharakter rumah adat Minahasa menjadi begitu indah dan sejuk untuk berteduh.  Manakala WWF indonesia  telah selesai mengemban tugasnya dan masyarakat dan pemerintah setempat mampu mengelola secara baik  kawasan Suaka Marga satwa Jamursba medi, produksi tukik terus meningkat. Tentunya aset berupa rumah ini akan tetap tinggal dan menjadi  sarana yang menunjang kegiatan konservasi penyu belimbing di Jamursba medi (HF).

Sah! Gubernur Papua Barat Keluarkan PERGUB UPTD TP Jeen Womom

Penantian yang ditunggu Pemerintah Kabupaten Tambrauw terjawab sudah, setelah ditetapkan Menteri  menjadi Taman Pesisir Jeen Womom pada Des...