Habitat peneluran
penyu belimbing di Kepala Burung Pulau
Papua di Jamursba medi dan Warmon Kabupaten Tambrauw merupakan kawasan essensial yang harus dilindungi dan dijaga. Keberadaannya sebagai pemasok tukik di pasifik menentukan kelestarian penyu belimbing (Dermochelys coriacea) di masa yang akan datang. Namun demikian apa saja yang mempengaruhi habitat persarangan penyu belimbing ini perlu diketahui guna pengelolaannya. Dibawah ini beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi habitat persarangan penyu belimbing.
1, Kedalaman sarang dan suhu
Rata-rata kedalaman sarang yang ditemukan di pantai Warmon yaitu pada
kisaran 72, 33 – 88,83 cm, di Jamursba
medi sekitar 79 – 91 cm. Pada umumnya
dalam kegiatan relokasi kedalaman sarang yang dianjurkan adalah 80
cm. Suhu rata-rata di Warmon pada kisaran 260 – 310 C. Kedalaman sarang menentukan tingkat
penyerapan oksigen maupun kelembapannya, makin dalam sarang, makin sulit juga
mendapatkan oksigen sehingga mempengaruhi penetasan. Batas toleransi penetasan telur penyu berada
pada kisaran : 25 0 – 35 0 C . jika berada diluar itu maka kemungkinan telur
akan gagal untuk menetas.
2. Kelembapan
Besarnya kelembapan
disuatu daerah merupakan faktor yang memicu terjadinya hujan, dan tentunya hal ini sangat mempengaruhi
penetasan telur. Kelembapan antar sarang
satu dengan yang lain sangat berbeda,
tergantung posisi sarang tersebut diletakkan .
Kelembapan sarang di ukur saat penyu melakukan proses peneluranya. Kelembapan dalam sarang berkaitan
dengan sukses penetasan telur
penyu. Hal ini karena telur membutuhkan
oksigen untuk melakukan respirasi melalui cangkangnya, ketika hujan turun, air
akan meresap ke dalam substrat dan akan menghambat penyerapan oksigen oleh
telur tersebut. Tingginya kelembapan
dalam sarang juga mendorong terhadap pertumbuhan akar yang terdapat di sekitar
pepohonan.
3. Pasang Surut
Pasang surut adalah
proses naik turunnya permukaan air laut secara periodik karena gaya tarik
benda-benda angkasa. Faktor ini sangat memepengaruhi induk penyu
yang akan naik bertelur, air pasang
sangat mempermudah induk penyu belimbing
untuk naik ke pasir bertelur. Pasang tertinggi yang terjadi saat bulan purnama atau
bulan baru, biasanya merusak telur yang berada di batas bawah air pasang. pasang
surut juga dapat memicu terjadinya abrasi air laut yang tentunya merusak telur
yang berada di dalam pasir.
4. Tekstur pasir
Penyu belimbing menyukai pasir yang bertekstur halus, berwarna abu-abu
hingga putih dengan kandungan air yang seimbang (tidak terlalu tinggi). Tekstur pasir yang halus dan padat biasanya membantu proses
penetasan karena mampu menyimpan air
yang berguna pada masa inkubasi. Berdasarkan
penelitian di pantai Warmon diketahui
bahwa semakin dalam sarang substrat
pasir telihat semakin halus (Wartanoi,
2008) kondisi ini dapat menghambat keluarnya panas dari dalam
sarang.
5. Kelembaban Sarang dan Curah Hujan
Kelembapan sarang dibutuhkan saat telur dalam masa inkubasi guna sukses
penetasan. Kelembapan yang dibutuhkan
dalam masa inkubasi harus stabil dan tidak tinggi. Rata-rata
suhu pasir berdasarkan hasil penelitian di pantai Warmon berkisar 270
– 32 0 C (Tapilatu and Tiwari, 2007) sangat dipengaruhi oleh kelembapan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan kandungan
air dalam sarang ikut tinggi sehingga
meningkatkan kelembapan, kelembapan yang tinggi berakibat gagalnya telur untuk
menetas (membusuk). Curah hujan yang
tinggi juga mengurangi jumlah penyu yang naik untuk bertelur, turunnya hujan
membuat pasir menjadi basah dan membuat sulit induk penyu membuat sarang.
6. Predator
Keberhasilan telur untuk menetas
dan tukik penyu belimbing sangat terancam apabila di habitat peneluran banyak
terdapat predator. Berdasarkan
laporan WWF (Tim Monitoring, 2011
Unpublish) diketahui bahwa tingkat
predasi masih cukup tinggi, terutama disebabkan oleh Babi hutan, anjing
masyarakat, biawak, kepiting pasir dan juga elang. Besar nya predator sangat mempengaruhi populasi penyu belimbing dalam suatu
komunitas. Selain itu perburuan daging
dan telur penyu oleh manusia menjadi salah satu penyebab berkurangnya penyu
(HF).
Pustaka :
Tapilatu, RF, and M. Tiwari, 2007, Leatherback Turtle, Dermochelys coriacea, Hatching Success at Jamursba-Medi and Wermon Beaches in Papua, Indonesia. Chelonian
Conservation and Biology, 2007, 6(1): 000–000Tim
Monitoring WWF , 2011, Technical Report
Musim peneluran Jamursba medi 2011, WWF Indonesia Kantor Sorong, Sorong, Tidak
diterbitkan. Wartanoi, K.I.R. 2008,
KARAKTERISTIK HABITAT PERSARANGAN PENYU BELIMBING (Dermochelys coriacea) di Pantai Warmon DISTRIK ABUN KABUPATEN
SORONG PAPUA BARAT, SKRIPSI UNCEN, Jayapura.