Selasa, 28 Agustus 2012

Faktor-faktor yang mempengaruhi Habitat Persarangan Penyu Belimbing (Dermochelys coriacea)


Habitat peneluran penyu belimbing  di Kepala Burung Pulau Papua  di Jamursba medi dan Warmon  Kabupaten Tambrauw merupakan kawasan essensial yang harus dilindungi dan dijaga.  Keberadaannya sebagai  pemasok tukik di pasifik  menentukan kelestarian penyu belimbing (Dermochelys coriacea) di masa yang akan datang.   Namun demikian apa saja yang mempengaruhi  habitat persarangan  penyu  belimbing ini perlu diketahui guna pengelolaannya.   Dibawah ini beberapa faktor-faktor  yang mempengaruhi habitat persarangan penyu belimbing. 

1,  Kedalaman sarang  dan suhu
 Rata-rata kedalaman sarang  yang ditemukan di pantai Warmon yaitu pada kisaran 72, 33 – 88,83 cm,  di Jamursba medi  sekitar 79 – 91 cm.  Pada umumnya  dalam kegiatan relokasi kedalaman sarang yang dianjurkan adalah 80 cm.  Suhu rata-rata  di Warmon pada kisaran  260 – 310 C.  Kedalaman sarang menentukan tingkat penyerapan oksigen maupun kelembapannya, makin dalam sarang, makin sulit juga mendapatkan oksigen sehingga mempengaruhi penetasan.   Batas toleransi penetasan telur penyu berada pada kisaran : 25 0 – 35 0 C .  jika berada diluar itu maka kemungkinan telur akan gagal untuk menetas.
2.  Kelembapan
Besarnya kelembapan disuatu daerah merupakan faktor yang memicu terjadinya hujan,   dan tentunya hal ini sangat mempengaruhi penetasan telur.  Kelembapan antar sarang  satu dengan yang lain sangat berbeda, tergantung posisi sarang tersebut diletakkan .   Kelembapan sarang di ukur saat penyu melakukan proses peneluranya.   Kelembapan dalam sarang berkaitan dengan  sukses penetasan telur penyu.  Hal ini karena telur membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi melalui cangkangnya, ketika hujan turun, air akan meresap ke dalam substrat dan akan menghambat penyerapan oksigen oleh telur tersebut.   Tingginya kelembapan dalam sarang juga mendorong terhadap pertumbuhan akar yang terdapat di sekitar pepohonan.
3. Pasang Surut
Pasang surut adalah proses naik turunnya permukaan air laut secara periodik karena gaya tarik benda-benda angkasa.  Faktor ini sangat memepengaruhi induk penyu yang  akan naik bertelur, air pasang sangat mempermudah  induk penyu belimbing untuk naik ke pasir bertelur.    Pasang  tertinggi yang terjadi saat bulan purnama atau bulan baru, biasanya merusak telur yang berada di batas  bawah air pasang.    pasang surut juga dapat memicu terjadinya abrasi air laut yang tentunya merusak telur yang berada di dalam pasir. 
4.  Tekstur pasir
Penyu belimbing menyukai pasir yang bertekstur halus, berwarna abu-abu hingga putih dengan kandungan air yang seimbang (tidak terlalu tinggi).   Tekstur pasir yang halus  dan padat biasanya membantu proses penetasan  karena mampu menyimpan air yang berguna pada masa inkubasi.  Berdasarkan penelitian di pantai Warmon  diketahui bahwa semakin dalam  sarang substrat pasir telihat semakin halus (Wartanoi,  2008) kondisi ini dapat menghambat keluarnya panas dari dalam sarang. 

5. Kelembaban Sarang dan Curah Hujan
Kelembapan sarang dibutuhkan saat telur dalam masa inkubasi guna sukses penetasan.  Kelembapan yang dibutuhkan dalam masa inkubasi harus stabil dan tidak tinggi.    Rata-rata suhu pasir berdasarkan hasil penelitian di pantai Warmon berkisar 270 – 32 0 C (Tapilatu and Tiwari, 2007)   sangat dipengaruhi oleh kelembapan.  Curah hujan yang tinggi menyebabkan kandungan air dalam sarang  ikut tinggi sehingga meningkatkan kelembapan, kelembapan yang tinggi berakibat gagalnya telur untuk menetas (membusuk).   Curah hujan yang tinggi juga mengurangi jumlah penyu yang naik untuk bertelur, turunnya hujan membuat pasir menjadi basah dan membuat sulit induk penyu membuat sarang. 

6.  Predator
Keberhasilan  telur untuk menetas dan tukik penyu belimbing sangat terancam apabila di habitat peneluran banyak terdapat  predator.    Berdasarkan laporan WWF   (Tim Monitoring, 2011 Unpublish)  diketahui bahwa tingkat predasi masih cukup tinggi, terutama disebabkan oleh Babi hutan, anjing masyarakat, biawak, kepiting pasir dan juga elang.   Besar nya predator sangat mempengaruhi  populasi penyu belimbing dalam suatu komunitas.   Selain itu perburuan daging dan telur penyu oleh manusia menjadi salah satu penyebab berkurangnya penyu (HF).

Pustaka :
Tapilatu, RF, and M. Tiwari, 2007, Leatherback Turtle, Dermochelys coriacea, Hatching  Success at Jamursba-Medi and Wermon Beaches in Papua, Indonesia. Chelonian Conservation and Biology, 2007, 6(1): 000–000Tim Monitoring WWF , 2011,  Technical Report Musim peneluran Jamursba medi 2011, WWF Indonesia Kantor Sorong, Sorong, Tidak diterbitkan. Wartanoi, K.I.R. 2008, KARAKTERISTIK HABITAT PERSARANGAN PENYU BELIMBING (Dermochelys coriacea) di Pantai Warmon DISTRIK ABUN KABUPATEN SORONG PAPUA BARAT, SKRIPSI UNCEN, Jayapura.

2 komentar:

  1. berapa minggu telu penyu menetas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haloo, telur menetas pada umur 60 hari = 8 minggu, Di Jamursba medi paling cepat 53 hari = 7 minggu , 2 hari. paling lama 70 hari = 9 minggu.

      Hapus

Sah! Gubernur Papua Barat Keluarkan PERGUB UPTD TP Jeen Womom

Penantian yang ditunggu Pemerintah Kabupaten Tambrauw terjawab sudah, setelah ditetapkan Menteri  menjadi Taman Pesisir Jeen Womom pada Des...